Senin, 19 Desember 2011
Kunjungan Persaudaraan Menjelang Natal
P. Mattheus Sanding, OFMCap dan P. Faustus Bagara, OFMCap mendapatkan kunjungan tak terduga dari sdr. Martin Joni, OFMCap, sekretaris imud Kap (imam muda Kapusin) Pontianak di Bikap (biara Kapusin) Propinsialat SP. Maria, Ratu Para Malaikat pada Selasa (20/12). Kunjungan persaudaraan menjelang natal ini sungguh menyenangkan. Terima kasih Kek Sanding, Pater Baga dan saudara-saudara di Tirta Ria, Kubu Raya.
Rabu, 14 Desember 2011
Seri 2 Catatan Perjalanan P. Hero Ofm Cap ke Roma
Catatan perjalanan P. Hero Papantro OFM Cap ke Roma, seri kedua (habis) dimuat di Harian Pontianak Post, Rabu (14/12/11).
Senin, 12 Desember 2011
Catatan Perjalanan P Hero Papantro Ofm Cap di Pontianak Post
Catatan perjalanan P. Hero ke Roma, dimuat bersambung dua seri di Harian Pontianak Post edisi Selasa (12/12/11) dan Rabu (13/12/11) dengan judul "Dua Pekan di Kota Abadi". Proficiat, semoga menginspirasi yang lain.
Senin, 05 Desember 2011
Guntingnya Tumpul, Pater
Oleh: Wenseslaus Erick Budiono OFM Cap
Di sore hari yang sangat cerah, 19 November 2011, saya baru saja bangun dari istirahat siang yang mengasikan. Aku bergegas membasuh wajahku dengan air di bak kamar mandiku. Seketika kesegaran terasa menerpa seluruh tubuhku, setelah titik demi titik air membasahi wajahku. Setelah itu kubuka gorden, kulihat hijaunya dedaunan yang tumbuh subur di sekitar kamarku. Pemandangan itu semakin menyegarkan ragaku. Oh, betapa indah sore ini.
Kualihkan pandanganku dari dedaunan hijau di luar jendela kamarku ke sepasang sepatu sport yang tersandar manis di dinding dekat pintu. Sore ini aku memang sudah berencana jalan sore di sekitar kompleks Biara Kapusin di Sanggau ini, tempat tugasku yang baru. Sebelumnya aku bertugas sebagai Pastor Pamong di Seminari Menengah Nyarumkop.
Dengan langkah kecil kuhampiri sepatu sportku dan kukenakan di kedua kakiku. Namun, seketika aku tersadar karena ternyata aku masih belum mengenakan pakaian olahraga. Astaga, aku masih mengenakan pakaian tidur. Alamak, begonya! Segera kulepas pakaian tidurku dan kuganti dengan pakaian olahraga yang kugantung di samping lemari pakaian.
Dengan langkah pasti aku keluar dari kamarku menuruni anak tangga biara yang ada di samping kamar. Sambil berlari kecil kutelusuri jalan aspal sekitar biara menuju ke Postulat Kapusin, tempat calon-calon Pastor Kapusin dididik. Belum sampai 5 menit berlari aku sudah berhenti dengan napas yang terengah-engah. Ternyata aku tak sekuat dulu, atau karena aku sudah sekian lama tidak pernah lagi berolahraga, maka rasa lelah begitu cepat menghampiri ragaku. Memang selama kurang lebih 5 tahun 3 bulan bertugas di Nyarumkop, aku hampir tidak pernah berolahraga. Terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga kesehatan tubuh kurang mendapat perhatian.
Kuputuskan untuk tidak berlari lagi, cukuplah dengan berjalan santai saja, yang penting keringat keluar dari tubuh. Sesampai di postulat aku di sambut Pastor Egidius Egiono OFM Cap, yang sering kusapa Bro Egi. Dia adalah saudaraku se-ordo yang menjadi Magister Postulan. Aku diajaknya ke ruang rekreasi untuk sejenak menikmati suguhan teh hangat.
Wah, gagal nih mau olahraga, gumanku.
“Ah, santai saja dulu Bro, jangan terlalu serius,” kata Bro Egi.
Maksud hati mau olahraga..eh...malah nge-teh bareng. Kurang lebih 15 menit ngobrol ngalor-ngidul dengan bro Egi, akhirnya aku permisi untuk berkeliling sekitar postulat dan bertemu dengan beberapa postulan yang dulunya adalah anak didikku di Nyarumkop. Beberapa postulan sedang asik membuat salib Tao ketika kutemui. Ada juga yang sedang memangkas rambut temannya.
Kuhampiri mereka yang sedang memangkas rambut. Ada yang lucu di sana. Aku perhatikan dengan seksama postulan yang memangkas rambut itu. Dia tampak kesulitandan teman yang dipangkas rambutnya itu pun sesekali mengerenyitkan mata seakan kesakitan. Aku semakin penasaran apa gerangan yang terjadi. Setelah dekat kutanya mereka kenapa sepertinya sulit sekali memangkas rambut itu. Dengan tersipu malu si pemangkas rambut berkata: “Gunting rambutnya tumpul, Pater”. Aku pun tak mampu menahan geli melihat peristiwa itu.
Kutinggalkan mereka yang sedang asyik memangkas rambut dengan gunting yang tumpul itu. Kutelusuri kembali jalan menuju biara. Di tengah jalan aku bertemu dengan tiga orang postulan yang baru pulang mengambil makanan dari dapur umum. Sejenak aku berbincang-bincang dengan mereka. Ditengah perbincangan kami, tiba-tiba dari kejauhan Bro Egi memanggilku.
“Bro, tunggu!” teriaknya. Aku pun heran. Ada apa? Bro Egi tiba dengan berlari kecil, menghampiri kami yang tengah asyik berbincang.
“Ada apa, Bro?” tanyaku.
Dengan sedikit senyum bro Egi berkata: ”Yok kita jalan keliling biara sambil ngobrol”.
Dia mengajaku jalan sore berdua sambil ngobrol sepanjang jalan. Kami berdua pun beralnak meninggalkan ketiga postulan tadi. Ini seperti peristiwa Emaus, ya "Emaus Dadakan" di sore hari. Ingat peristiwa Emaus, kan?
19 November 2011
Pertapaan Sunyi Laverna
Bunut Sanggau Kapuas
Jumat, 18 November 2011
Apa Komentar Anda tentang Gereja ini?
Dalam kunjunganku ke kampung Balai Aris, Paroki Pusat Damai, Kecamatan Parindu, Kabupaten Sanggau, KALBAR pada Kamis (17/11), saya memotret sebuah gereja ini dengan kamera blackberry-ku. Apa komentar anda setelah melihat sekilas gambar gereja ini?
Selasa, 15 November 2011
Dua Imam Muda yang Sudah Tua
Bertempat di ruang makan pastoran Pusat Damai, Rabu pagi (16/11), kedua misionaris asal Swiss bertatap muka penuh keseriusan. Mereka berdua, Pater Fritz Bud. dan Pater Yakob Willy OFMCap (dari kiri ke kanan) sedang berbincang-bincang tentang informatika dan komunikasi abad ini. Mereka berdua bagian dari imud Kapusin yang sudah tua. Siapa yang mau mengikuti untuk menjawab panggilan Tuhan dalam Ordo Kapusin? Semoga hati anda terpanggil.
Sabtu, 12 November 2011
Pastor Juga Boleh Bergaya
Sebelum perayaan Ekaristi tadi pagi, Minggu, 13 Nopember 2011 di gereja Katolik Santa Sesilia, para imam muda Kapusin Provinsi Pontianak mengabadikan diri mereka di ruang sakristi, tempat peralatan ibadat tersimpan. "Pastor juga boleh bergaya toh," ujar Pater Wenspapetz OFMCap sebelum berkonselebrasi. (PiJe).
Jumat, 11 November 2011
Sentuhan yang Indah
![]() |
| Inilah saya, sedang menulis. |
Oleh: Pastor Leonard Nojo OFM Cap, bertugas di Paroki Kuala Dua, Sanggau)
Memori indah Juli 2007 merupakan kenangan indah yang senantiasa terpatri dalam kalbuku. Hal itu terjadi ketika saya pulang dari Pusat Damai ke Kuala Dua, saya mengalami kecelakaan lalu lintas. Gara-gara saya mengelak dua ekor anjing yang berkejaran, saya dengan sepeda motorku terjun bebas ke jurang, tepatnya jurang dekat jembatan Binjai, Sanggau Kapuas.
Sebelum masuk jurang, saya harus berjuang menghindari batu besar dan pagar yang membatasi tubuh jalan dengan jurang.
Indahnya, saya tidak mengalami luka dan motorku juga tidak sedikitpun yang rusak. Hanya saja yang paling berat untuk saya bagaimana menaikkan sepeda motor saya ke jalan raya, apalagi kejadian itu pada malam hari. Lama saya menunggu orang lewat untuk meminta bantuan tapi tidak juga kunjung datang. Akhirnya saya berjuang mendorong motorku ke jalan dan berhasil.
Peristiwa ini sangat terpatri dalam kalbuku. Sebab sebelum saya terjun bebas, saya merasakan bahwa ada sentuhan yang menarik bajuku ke atas sehingga sepeda motorkupun terangkat melewati batu yang besar dan pagar yang tinggi.
Pikiranku langsung tertuju pada Allah yang tidak pernah sedetikpun meninggalkan saya meski saya sering meninggalkan Dia. Allah sungguh baik dan sangat mencintai saya. Peristiwa ini menjadi pengalaman iman yang terindah dalam hidupku. Ternyata Allah kadang datang pada saat-saat yang tak terduga olehku. Sentuhan-Nya yang indah telah menyelamatkan saya dari kecelakaan yang mematikan. (*)
tertipu
AKU TERTIPU TAPI AKU TAK RAGU
Setelah menerima tahbisan imamat, saudara Alberts OFMCap ditugaskan di paroki Santo Yohanes Pemandi-Pahauman. Suatu sore Jumat di bulan Juli 2011, sekitar jam 15.00 WIB saudara Alberts OFMCap bersama empat anggota orang muda katolik (OMK) tanpa ragu tancap gas dan melangkah pasti , berangkat tourney menuju stasi Satai dan Subangki. Di antara keemapt rekan OMK, salah satu adalah dara. Cuaca yang cerah membaut kami percaya diri untuk melangkah pasti, tidak ada sedikitpun “kecurigaan” bahwa cuaca akan berubah menjadi mendung yang kemudian disusul dengan hujan yang sangat deras.
Saya bersama tiga rekan OMK berangkat dari pahauman pukul 14.30WIB menuju stasi Kuranyi Birah untuk menjemput seorang rekan yang juga ingin ambil bagian dalam kegiatan tourney. Sekitar dua puluh menit setelah beranjak dari Kuranyi Birah cuaca berubah menjadi mendung dan suasana cerah berubah begitu cerpat menjadi gelap. Untuk menghibur dan meneguhkan hati, saya menyanyikan sepenggal lagu “mendung tak berarti hujan”. Tak lama kemudian kami diguyur hujan yang sangat deras, bahkan hampir tak bisa meneruskan perjalanan karena derasnya hujan mengganggu penglihatan. Walaupun demikian kami tetap meneruskan perjalanan. Ketika kami sampai di persimpangan yang disebut udas Poo’, kembali kami harus mempersiapkan diri untuk menghadapi perjuangan yang lebih berat. Kondisi jalan tanah berpasir yang becek dan berlumpur serta banjir di sepanjang jalan membuat kesulitan semakin bertambah.
Seluruh badan basah kuyub dan pakaian cadangan serta semua perlengkapan dalam tas ransel basah semuanya. Jatuh bangun kamiharus mendorong sepeda motor. Sampai disebuah jembatan dekat persimpangan jalan ke arah Pancur saya melihat sebuah motor tampak mengalami kesulitan untuk menyeberang karena ada banjir besar. Saya datangi motor tersebut ternyata yang mengendarainya seorang gadis. Saya terus sadar pantas dia tidak berani menyeberang. Lantas saya tawarkan pertolongan, tanpa ragu gadis itupun menerima tawaran baik saya. Setelah menyeberangkan motor gadis tersebut baru saya bersama rekan-rekan OMK menyeberangkan motor kami. Selapas itu kami melihat di sekitar ternyata air seperti lautan karena banjir sudah melanda ke segala penjuru. Tampa rasa takut dan ragukami terus berjalan. Ketika rekan-rekan mulai menampakkan mimik wajah yang putus asa, saya harus menjadi “laki-laki penghibur” dan penyemangat sehingga keputusasaan yang mulai muncul akhirnya hilang.
Dekat kampuk Sahek, kami haru berjuang lebih hebat. Sungai yang biasa dilewati, jematannya hanyut akibat arus terlalu deras dan mencapai sekitar 1,5 M. Akibatnya selama kurang lebih dua jam kami haru berendam untuk membuat jembatan penyeberangan.kejadian itu berlangsung dari jam 19-21 WIB. Syukurlah orang kampung bermurah hari membantu kami. Lepas dari kesulitan itu membuat hati lega dan tidak satupun dari kami mengalami sedih ataupun kecewa tetapi justru mengalami kegembiraan.......
BAGAIMANAKAH KISAH SELANJUDNYA??? KITA TUNGGU DALAM EDISI YANG BERBEDA TEPI DALAM GELOMBANG YANG SAMA.....
Kakek Pastor: Jadilah Wartawan Kristus
Sebanyak 14 orang Imam Muda Kapusin Pontianak (Imud Kap) mengikuti acara bincang-bincang jurnalistik selama dua hari, 11-12 November 2001, di Gedung Paroki Gereja St Sisilia, Sungai Raya, Pontianak, Kalimantan Barat. Empat pemateri menyampaikan perbincangan mengenai jurnalistik praktis, citizen reporter, foto, dan pemanfaatan media internet.
Dua pemateri merupakan wartawan yang masih aktif, yakni Budi Miank dan Bas Andreas, keduanya jurnalis Pontianak Post. Pemateri lain, Severianus Endi, mantan jurnalis Tribun Pontianak, dan Alexander Mering, mantan jurnalis Borneo Tribune.
Ada satu peserta unik dalam acara ini. Di komunitas Imam-imam Kapusin dan juga sebagian kalangan umat, dia sering kami panggil kakek.
Kakek Pastor Matheus Sanding OFM Cap yang lahir tahun 1932, merupakan imam Kapusin Dayak pertama. Kakek ditahbiskan pada 5 Maret 1966 di Gereja Parapat, Sumatera Utara.
"Pelatihan jurnalistik ini penting, untuk menjadikan kita semua wartawan Kristus, penyampai warta gembira sampai ke pelosok desa," ucap Kakek Pastor.
Para pemateri mendorong imam-imam muda Kapusin, untuk memanfaatkan internet sebagai media pewartaan. Apalagi sebagian daerah pelayanan di Kalimantan Barat masih berupa perkampungan terpencil.
"Banyak cerita-cerita unik namun bermakna, yang bisa di-sharingkan. Misalnya perjuangan pastor yang harus memikul sepeda motor karena jalan tourne terendam banjir," ujar pemateri Severianus Endi.
Sementara Budi Miank memaparkan, pastor pun bisa menjadi wartawan dalam kondisi tertentu. Melalui rubrik Citizen Reporter, warga biasa pun bisa menuliskan suatu peristiwa untuk ditampilkan media massa.
"Jika suatu saat pastor-pastor mengalami peristiwa luar biasa, tulislah informasinya, dan bisa dikirim ke koran. Tentu mekanisme redaksi yang akan memproses layak atau tidaknya berita itu ditayangkan," ujar Budi Miank.
Bas Andreas menyampaikan materi mengenai "foto yang berbicara". Dia menunjukkan contoh-contoh foto yang bisa menampilkan banyak cerita.
"Foto bisa memunculkan banyak cerita. Ada foto yang bisa "berbicara" sendiri, dan ada pula foto yang diperlukan untuk memperkuat naskah," kata Bas. (end)
Dua pemateri merupakan wartawan yang masih aktif, yakni Budi Miank dan Bas Andreas, keduanya jurnalis Pontianak Post. Pemateri lain, Severianus Endi, mantan jurnalis Tribun Pontianak, dan Alexander Mering, mantan jurnalis Borneo Tribune.
Ada satu peserta unik dalam acara ini. Di komunitas Imam-imam Kapusin dan juga sebagian kalangan umat, dia sering kami panggil kakek.
Kakek Pastor Matheus Sanding OFM Cap yang lahir tahun 1932, merupakan imam Kapusin Dayak pertama. Kakek ditahbiskan pada 5 Maret 1966 di Gereja Parapat, Sumatera Utara.
"Pelatihan jurnalistik ini penting, untuk menjadikan kita semua wartawan Kristus, penyampai warta gembira sampai ke pelosok desa," ucap Kakek Pastor.
Para pemateri mendorong imam-imam muda Kapusin, untuk memanfaatkan internet sebagai media pewartaan. Apalagi sebagian daerah pelayanan di Kalimantan Barat masih berupa perkampungan terpencil.
"Banyak cerita-cerita unik namun bermakna, yang bisa di-sharingkan. Misalnya perjuangan pastor yang harus memikul sepeda motor karena jalan tourne terendam banjir," ujar pemateri Severianus Endi.
Sementara Budi Miank memaparkan, pastor pun bisa menjadi wartawan dalam kondisi tertentu. Melalui rubrik Citizen Reporter, warga biasa pun bisa menuliskan suatu peristiwa untuk ditampilkan media massa.
"Jika suatu saat pastor-pastor mengalami peristiwa luar biasa, tulislah informasinya, dan bisa dikirim ke koran. Tentu mekanisme redaksi yang akan memproses layak atau tidaknya berita itu ditayangkan," ujar Budi Miank.
Bas Andreas menyampaikan materi mengenai "foto yang berbicara". Dia menunjukkan contoh-contoh foto yang bisa menampilkan banyak cerita.
"Foto bisa memunculkan banyak cerita. Ada foto yang bisa "berbicara" sendiri, dan ada pula foto yang diperlukan untuk memperkuat naskah," kata Bas. (end)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Senin, 06 Juni 2011
Loper Koran Bekas
![]() |
| Martin Joni OFM Cap siap tourne. Foto: Istimewa. |
Tak ingin koran-koran bekas terbuang percuma, Martin Joni Minggulius OFM Cap (33) punya cara tersendiri untuk memanfaatkannya. Setiap kali hendak menjalani turne ke stasi-stasi pedalaman, dia mempersiapkan segepok koran bekas yang dikaitkan di sepeda motor bututnya.
“Ini bekal saya merasul, supaya warga pedalaman terdorong meningkatkan minat bacanya,” ucap imam muda kelahiran Dusun Jelatok, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Diakuinya, bukan perkara gampang untuk membantu para umat di stasi-stasi pedalaman untuk melek informasi. Meski tinggal di pelosok negeri, televisi dengan parabola lebih sering hanya dimanfaatkan untuk menonton sinetron belaka. Joni punya impian sederhana dengan koran bekas itu.
“Setidaknya ini sebagai buah tangan yang saya bawa setiap kali turne. Tugas media dan imam punya satu kesamaan, sama-sama mewartakan,” tutur Joni.
Selain mempersiapkan segala perangkat misa, Joni tak pernah lupa mengumpulkan koran-koran bekas di Pastoran Pusat Damai, Keuskupan Sanggau, tempat dia bertugas. Pastoran itu berjarak sekitar 100 kilometer dari Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat.
Jika cuaca sedang kurang bersahabat, koran yang sudah dibundel itu disembunyikan dibalik jas hujan. Ada puluhan kampung yang menanti kunjungan Joni, yang rata-rata terletak di daerah sulit dijangkau.
Jalanan yang harus disusuri pun bukanlah aspal mulus. Melainkan jalan tanah yang didominasi kubangan. Memang, menjadi imam di pedalaman harus dibekali keterampilan tambahan, yakni ahli mengendarakan sepeda motor seperti pembalap off-road.
Namun, dia sangat mencintai tugas-tugas itu. Rasa capek menjangkau stasi pedalaman terobati dengan sambutan umat yang meski sangat sederhana, namun penuh rasa persaudaraan.
Ditulis oleh Severianus Endi. Versi yang sudah diedit dimuat di Majalah HIDUP Juni 2011.
Langganan:
Komentar (Atom)



